Saturday, August 29, 2009

Puasa Sumber Reproduksi Modal Sosial ...


Oleh M Dawam Rahardjo


MENURUT keterangan para ulama, ibadah puasa itu istimewa karena tergantung kejujuran seseorang yang hanya Allah dan ia sendiri yang tahu. Setiap ibadah mengandung alibi. Orang yang menjalankan shalat, misalnya, mudah diketahui melalui body language, bahasa jasmani yang tampak mata. Demikian pula orang yang membayar zakat.


Mungkin di masa datang, pembayar zakat bisa memperoleh sertifikat tanda telah membayar. Mereka yang naik haji umumnya disaksikan banyak orang, paling tidak keluarga dan tetangga.


Tidak demikian halnya ibadah puasa. Dalam berpuasa, seseorang yang tidak jujur bisa diam-diam minum atau makan, apalagi ketika bepergian ke tempat jauh. Ketika ia melanggar prosedur berpuasa, hanya Allah dan ia sendiri yang tahu. Karena tergantung kejujuran itulah maka Allah akan memberi penilaian tersendiri.


Dengan singkat, puasa melatih kejujuran dengan melakukan perbuatan yang benar (doing the right thing). Seseorang akan mampu mengatakan yang benar (truth-telling). Karakter mempunyai arti penting dalam kepribadian seseorang dan masyarakat. Karena puasa membentuk kepribadian yang dapat dipercaya.


Jika seseorang bersikap takwa, yaitu disiplin dalam menjalankan perintah Allah (kebaikan) dan menjauhi larangannya (keburukan), ia akan menjadi orang yang dapat dipercaya atau seorang yang amanah. Profil orang yang dapat dipercaya secara sempurna dapat diraih Rasulullah SAW, bahkan saat beliau masih remaja sehingga beliau dipanggil Al Amin, artinya orang yang bisa dipercaya atau terpercaya untuk memecahkan persoalan.


Bila kebanyakan orang dapat dipercaya dalam suatu masyarakat, masyarakat itu mencapai apa yang oleh Francis Fukuyama disebut hight trust society, masyarakat dengan derajat kepercayaan dan amanah tinggi. Sebaliknya, jika pada suatu masyarakat kebanyakan orang tidak dapat dipercaya, masyarakat itu disebut low trust society. Atau masyarakat itu mengalami ketekoran atau defisit (lack of trust) dalam kepercayaan satu sama lain (mutual trust).


MASYARAKAT yang memiliki tingkat amanah yang tinggi berpotensi untuk membentuk kelompok yang terorganisasi, misalnya asosiasi, koperasi, birokrasi, atau perusahaan berskala besar. Dalam Al Quran, kelompok yang terorganisasi atau yang oleh sosiolog Ferdinand Tonies disebut gesellschaft, disebut umat. Perlu dipahami, umat itu bukan hanya sekadar kerumunan orang. Umat adalah asosiasi yang memiliki visi, yaitu masyarakat yang berorientasi pada nilai kebajikan umum atau social virtue yang disebut Quran sebagai al khair, memiliki misi, yaitu amar makruf (menciptakan social goods) dan mencegah timbulnya yang buruk (social bads) atau nahi mungkar, dan memiliki tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan, keberhasilan, atau kemenangan yang disebut al falah (Al Baqarah: 104).


Maka, dalam penelitiannya di Italia Selatan, sosiolog Amerika, Robert Putman, menyimpulkan, tingkat keberhasilan demokrasi di suatu daerah tergantung apa yang disebut modal sosial (social capital), yang intinya adalah amanah (mutual trust). Kesimpulan seperti itu sebenarnya jauh lebih dulu ditarik filsuf sosial Perancis, Tocquiville, tentang masyarakat Amerika Serikat (AS) pada awal abad ke-19.


Dalam laporan kunjungannya ke benua baru itu, menjelang Revolusi Perancis, ia mengatakan, tumbuh suburnya organisasi masyarakat warga (civil society) yang dilihatnya menggejala di AS karena nilai atau budaya masyarakat yang disebutnya "kesehatan budaya" (cultural health). Dalam penelitian modernnya, Putman juga mengambil kesimpulan, modal sosial adalah dasar tumbuhnya civil society. Dalam konteks kita di Indonesia, modal sosial adalah tanah subur bagi perkembangan masyarakat madani yang dalam Al Quran disebut al khairu al ummah dan diterjemahkan gerakan Muhammadiyah sebagai "masyarakat utama" atau oleh KH Ali Yafie disebut "umat yang unggul".


Modal sosial itu oleh ahli-ahli ilmu sosial merupakan faktor penentu perubahan sosial. Dalam Al Quran dikatakan, "Allah tidak akan mengubah kondisi suatu bangsa, sampai bangsa itu mengubah faktor yang ada dalam bangsa itu sendiri (anfus)." Dengan kacamata pembesar sosiologi, anfus tak lain adalah unsur kepribadian yang disebut modal sosial.


Sebenarnya, elemen modal sosial itu, paling tidak seperti pernah disebut Fukuyuma, cukup banyak yang secara keseluruhan disebut sebagai social virtues. Berkata benar, kejujuran, dan tanggung jawab, untuk menyebut beberapa di antaranya. Tetapi, yang paling inti adalah trust atau amanah itu, yaitu nilai yang menjadi perekat antar-orang sehingga bisa berkembang menjadi kerja sama, pembentukan jaringan, organisasi, dan komunitas yang kuat. Karena itu, yang penting untuk dikaji lebih khusus adalah nilai sentralnya, yaitu yang dikenal dalam Al Quran dengan istilah "amanah" (trust atau credibility).


Terjemahan lugas amanah adalah "kepercayaaan" (trust) atau dapat "dipercaya" (credibility) yang ada pada pribadi perorangan dalam suatu masyarakat. Kepercayaan ini memiliki radius tertentu, misalnya hanya pada diri sendiri, di lingkungan keluarga kecil, keluarga besar, klan, suku, bangsa, atau antarbangsa. Masyarakat dengan derajat amanah rendah, radiusnya sempit, misalnya hanya terjadi di kalangan keluarga kecil. Hal ini amat berpengaruh dalam pola perkembangan ekonomi, misalnya tumbuh kuatnya bisnis keluarga (family business) dalam masyarakat tertentu, misalnya masyarakat Cina dan Italia. Tetapi, di negara modern seperti AS, berkembang bisnis keluarga yang memiliki lembaga dan jurnal ilmiah tersendiri.


Namun, amanah sebenarnya mengandung makna luas. Makna amanah dapat dipahami dengan mengetahui sifat kebalikan amanah, yaitu munafik. Dalam suatu hadis Nabi Muhammad SAW, pengertian munafik pernah dijelaskan dengan tiga indikator atau ciri kepribadian. Pertama, jika berkata bohong. Kedua, jika diberi kepercayaan atau tanggung jawab, berkhianat. Dan ketiga, jika berjanji ingkar. Karakter seperti itu menyebabkan orang lain tidak bisa memercayai. Karena itu, karakter amanah atau trustworthiness dapat dibentuk oleh tiga sikap: berkata jujur dan benar, setia atau memenuhi kewajiban (responsible, accountable), dan memenuhi janji serta menghormati perjanjian. Itulah modal sosial yang menjadi dasar tiap transaksi bisnis atau organisasi.


Kejujuran tanggung jawab dan kehati-hatian (prudentiality) tidak mudah dijalankan. Seorang yang aslinya jujur bisa terkontaminasi lingkungan. Ia bisa terbujuk kekuasaan atau uang sehingga bertindak menyeleweng dari kejujuran. Karena itu, kejujuran perlu dipagari.


Sikap tanggung jawab dan kehati-hatian itu tidak boleh bergantung pengawasan eksternal atau dari luar, tetapi harus tumbuh dari dalam. Dengan kata lain, sikap itu harus merupakan disiplin diri yang tercermin dalam kepribadian seorang yang bertakwa. Jika disiplin ini dilakukan oleh tiap orang, lama-kelamaan akan timbul kesalingpercayaan antarwarga masyarakat.


Menyadari disiplin tidak mudah tumbuh, apalagi dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka agama menyediakan pelatihan. Puasa adalah cara pelatihan efektif untuk menumbuhkan disiplin diri.

No comments:

Post a Comment

kekoh sokmo

Related Posts with Thumbnails