Faham Sebelum Berjuang
on Tuesday, December 1, 2009Dalam Rukun Bai’at yang sepuluh imam Syahid Hasan Al-Banna meletakkan rukun Al-Fahmu pada urutan pertama dan menjadi tunjang utama kepada amal harus dilakukan oleh seorang ikhwah, jika al-fahmu dapat dikuasai maka niscaya seorang ikhwah tidak akan sulit memahami Islam secara kaffah seperti yang difahami oleh gerakan Ikhwanul Muslimin, dan memahami apa yang seharusnya dilakakan oleh seorang ikhwah dalam berbagai langkah dan kehidupannya bersama gerakan Ikhwanul Muslimin.
Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Imam Syahid Hasan Al Banna mendahulukan pemahaman dalam Arkanul Bai’ah ini. Ustadz Dr. Yusuf Al Qaradhawi menjelaskan bahwa urutan yang dibuat oleh Imam Syahid Hasan Al Banna sudah tepat. Karena beliau tahu betul skala keutamaan, mendahulukan apa yang harus didahulukan.
Skala aulawiyat dalam memperjuangkan Islam haruslah diperhatikan. Hal ini jelas, yang hampir tidak seorangpun diantara para pemikir dikalangan umat Islam yang memperselisihkannya. Dengan menentukan skala prioriti dalam melakukan kegiatan dakwah, tarbiyah, gerakan dan penataan ini yang keseluruhannya adalah merupakan unsur utama bagi setiap usaha menjulang Islam. Atau penghidupan kembali manhaj Islam dalam diri manusia, akan terwujudlah kebangkitan dan kebangunan di seluruh wilayah Islam sebagaimana yang kita saksikan saat ini.
Beliau lalu menjelaskan fungsi pemahaman selaras dengan keperluan sebenar, pemikiran harus mendahului gerakan, gambaran yang benar merupakan pendahuluan dari perbuatan yang lurus. Karena ilmu merupakan bukti keimanan dan jalan menuju kebenaran. Para ahli sufi juga membuat alur: ilmu akan membentuk sikap, sikap akan mendorong perbuatan. Sebagaimana pernyataan psikologi yang menyatakan ada alur antara pengetahuan, emosi dan perbuatan.
Prinsip Al Fahmu dengan 20 prinsipnya merupakan deklarasi bahwa Islam adalah solusi dan penyelesaian. Karena Islam adalah solusi maka kaedah-keidah yang ada dalam Al Fahmu ini akan menjadi kaedah dasar dalam melakukan segala aktiviti. Seperti halnya yang telah diterangkan pada prinsip pertama dalam rukun Al-Fahmu ini tentang Syumuliatul Islam:
“Islam adalah system yang syamil (menyeluruh) mencakup seluruh aspek kehidupan. Ia adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta pasukan dan pemikiran. Sebagaimana ia juga aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih”
Prinsip pertama ini mengajarkan kepada kita bahwa aktiviti kita sehari-hari bukan hanya aktiviti semua yang tidak berlandaskan pada Islam, setiap muslim harus menyedari, mengetahui, meyakini dan mengamalkan Islam sesuai dengan kebesaran Islam itu sendiri. Sehingga semua permasalahan kehidupan baik yang yang peribadi dan yang lebih besar dari pada itu disandarkan pada tata aturan Islam.
Tidak ada pemisahan antara agama dan negara, seperti ungkapan ,” berikanlah hak negara kepada raja, dan berikanlah, hak agama kepada Tuhan.” Tidak akan pernah ada sekularisme dan liberalism dalam pemikiran dan aktivitas lainnya di muka bumi ini. Dan hal ini sepadan dengan firman Allah yang memerintahkan umat Islam untuk masuk ke dalam agama Islam secara kaffah.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Al-Baqarah:208)
Pembahasan mengenai Rukun Al Fahmu dan 20 Prinsip ini sudah banyak sekali bertebaran di buku-buku yang ditulis oleh para pewaris Dakwah Imam Syahid Hasan Al Banna. Inti dari landasan Syar’i aktiviti berlandaskan Rukun Al Fahmu dapat kita ketahui di akhir rukun Al Fahmu ini Imam Syahid Hasan Al Banna menutupnya dengan kata-kata:
“Apabila saudaraku Muslim mengetahui agamanya dalam kerangka prinsip-prinsip tersebut, maka ia telah mengetahui makna dari Syi’arnya : Al Qur’an adalah undang-undang kami dan Rasul adalah Teladan kami. Artinya kerangka aktiviti hidup kita di dunia harus selalu berada dalam pedoman Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Kepentingan ‘al Fahmu’
Al-Fahmu dalam diri setiap ikhwah adalah suatu keniscayaan, sebab ia dapat membantu keselamatan amal, baiknya penerapan dan memelihara pelakunya dari ketergelinciran.
Umar bin Abdul Azia berkata: “Barangsiapa yang beramal tanpa di dasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada maslahatnya”. [Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Al-Jauzi; 250]
Orang yang ikhlas beramal tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dan tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya mungkin dapat tersesat jauh. Rasulullah saw bersabda:
فقيه واحد أشد على الشيطان من ألف عابد
“Satu orang faqih itu lebih berat bagi syetan daripada seribu ahli Ibadah” [At-Tirmidzi: 5/46. Nombor:2641]
Umar bin Al-Khattab juga berkata: “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu shalat malam dan berpuasa di waktu siang itu lebih ringan daripada kematian orang cerdas yang mengetahui hal-hal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah”. [Jami' bayanil ilmi wal fadhlihi; Ibnu Abdul Barr: 1/26]
Rasulullah saw bersabda: “Semoga Allah memberi kecerahan pada wajah seseorang yang mendengar hadits dariku, lantas ia menghafalkannya hingga dapat menyampaikan kepada orang lain. sebab, terkadang seseorang membawa suatu pemahaman (ilmu) kepada orang yang lebih paham. Dan, terkadang orang yagn membawa sebuah ilmu bukan ulama.” [Abu Daud: 3/321. No. 3660 dan At-Tirmidzi: 5/33. No. 2656]
Allah SWT melebihkan satu nabi yang lain karena kedalaman pemahaman yang dianugrahkan kepadanya. Allah SWT berfirman: “Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu”. (Al-Anbiya:79)
Ibnu Abbas dimuliakan meski masih muda usianya, melebihi kebanykan tokoh-tokoh senior lainnya, karena pemahaman yang baik yang dikaruniakan Allah kepadanya. Sehingga, ia berhak menjadi anggota Majelis Syura Amirul Mukminin Umar bin Khattab saat itu.
Oleh karena itu, wahai saudaraku, berusahalah memiliki pemahaman yang benar dan cermat. pemahaman yang mencapai dasar urusan dan menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa berlebih-lebihan dan tanpa meremehkan. Juga pemahaman yang jernih, murni, integral dan peripurna. Sebab, barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah pemahaman yang benar, maka ia telah mendapatkan karunia yang banyak, keutamaan yang besar terhindar dari ketergelinciran dan terjaga dari penyimpangan.
Ibnu Al-Qayyim berkata: “Benarnya pemahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Bahkan, hamba tidak dikarunia nikmat yang lebih utama setelah nikmat Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Dua nikmat itu merupakan dua kaki dan tulang punggung Islam. Dengan keduanya, hamba terhindar dari jalan-jalan orang-orang yang dimurkai (yaitu orang-orang yang buruk tujuannya), dan dari orang-orang yang sesat (yaitu orang-orang yang buruk pemahamannya), serta akan menjadi orang-orang yang diberi nikmat (yaitu orang-orang yang baik pemahaman dan tujuannya). Merekalah orang-orang yang terbimbing di jalan yang lurus, di mana kita semua diperintahkan memohon kepada Allah dalam setiap shalat agar dibimbing ke jalan mereka.
Benar pemahaman merupakan cahaya yang disemayamkan oleh Allah dalam hati hamba-Nya. Dengannya , ia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk; yang hak dan yang batil; petunjuk dan kesesatan penyimpangan dan kelurusan..” [A'alamul Muwaqqi'in; Ibnu Al-Qayyim: 1/187]
Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Imam Syahid Hasan Al Banna mendahulukan pemahaman dalam Arkanul Bai’ah ini. Ustadz Dr. Yusuf Al Qaradhawi menjelaskan bahwa urutan yang dibuat oleh Imam Syahid Hasan Al Banna sudah tepat. Karena beliau tahu betul skala keutamaan, mendahulukan apa yang harus didahulukan.
Skala aulawiyat dalam memperjuangkan Islam haruslah diperhatikan. Hal ini jelas, yang hampir tidak seorangpun diantara para pemikir dikalangan umat Islam yang memperselisihkannya. Dengan menentukan skala prioriti dalam melakukan kegiatan dakwah, tarbiyah, gerakan dan penataan ini yang keseluruhannya adalah merupakan unsur utama bagi setiap usaha menjulang Islam. Atau penghidupan kembali manhaj Islam dalam diri manusia, akan terwujudlah kebangkitan dan kebangunan di seluruh wilayah Islam sebagaimana yang kita saksikan saat ini.
Beliau lalu menjelaskan fungsi pemahaman selaras dengan keperluan sebenar, pemikiran harus mendahului gerakan, gambaran yang benar merupakan pendahuluan dari perbuatan yang lurus. Karena ilmu merupakan bukti keimanan dan jalan menuju kebenaran. Para ahli sufi juga membuat alur: ilmu akan membentuk sikap, sikap akan mendorong perbuatan. Sebagaimana pernyataan psikologi yang menyatakan ada alur antara pengetahuan, emosi dan perbuatan.
Prinsip Al Fahmu dengan 20 prinsipnya merupakan deklarasi bahwa Islam adalah solusi dan penyelesaian. Karena Islam adalah solusi maka kaedah-keidah yang ada dalam Al Fahmu ini akan menjadi kaedah dasar dalam melakukan segala aktiviti. Seperti halnya yang telah diterangkan pada prinsip pertama dalam rukun Al-Fahmu ini tentang Syumuliatul Islam:
“Islam adalah system yang syamil (menyeluruh) mencakup seluruh aspek kehidupan. Ia adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta pasukan dan pemikiran. Sebagaimana ia juga aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih”
Prinsip pertama ini mengajarkan kepada kita bahwa aktiviti kita sehari-hari bukan hanya aktiviti semua yang tidak berlandaskan pada Islam, setiap muslim harus menyedari, mengetahui, meyakini dan mengamalkan Islam sesuai dengan kebesaran Islam itu sendiri. Sehingga semua permasalahan kehidupan baik yang yang peribadi dan yang lebih besar dari pada itu disandarkan pada tata aturan Islam.
Tidak ada pemisahan antara agama dan negara, seperti ungkapan ,” berikanlah hak negara kepada raja, dan berikanlah, hak agama kepada Tuhan.” Tidak akan pernah ada sekularisme dan liberalism dalam pemikiran dan aktivitas lainnya di muka bumi ini. Dan hal ini sepadan dengan firman Allah yang memerintahkan umat Islam untuk masuk ke dalam agama Islam secara kaffah.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Al-Baqarah:208)
Pembahasan mengenai Rukun Al Fahmu dan 20 Prinsip ini sudah banyak sekali bertebaran di buku-buku yang ditulis oleh para pewaris Dakwah Imam Syahid Hasan Al Banna. Inti dari landasan Syar’i aktiviti berlandaskan Rukun Al Fahmu dapat kita ketahui di akhir rukun Al Fahmu ini Imam Syahid Hasan Al Banna menutupnya dengan kata-kata:
“Apabila saudaraku Muslim mengetahui agamanya dalam kerangka prinsip-prinsip tersebut, maka ia telah mengetahui makna dari Syi’arnya : Al Qur’an adalah undang-undang kami dan Rasul adalah Teladan kami. Artinya kerangka aktiviti hidup kita di dunia harus selalu berada dalam pedoman Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Kepentingan ‘al Fahmu’
Al-Fahmu dalam diri setiap ikhwah adalah suatu keniscayaan, sebab ia dapat membantu keselamatan amal, baiknya penerapan dan memelihara pelakunya dari ketergelinciran.
Umar bin Abdul Azia berkata: “Barangsiapa yang beramal tanpa di dasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada maslahatnya”. [Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Al-Jauzi; 250]
Orang yang ikhlas beramal tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dan tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya mungkin dapat tersesat jauh. Rasulullah saw bersabda:
فقيه واحد أشد على الشيطان من ألف عابد
“Satu orang faqih itu lebih berat bagi syetan daripada seribu ahli Ibadah” [At-Tirmidzi: 5/46. Nombor:2641]
Umar bin Al-Khattab juga berkata: “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu shalat malam dan berpuasa di waktu siang itu lebih ringan daripada kematian orang cerdas yang mengetahui hal-hal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah”. [Jami' bayanil ilmi wal fadhlihi; Ibnu Abdul Barr: 1/26]
Rasulullah saw bersabda: “Semoga Allah memberi kecerahan pada wajah seseorang yang mendengar hadits dariku, lantas ia menghafalkannya hingga dapat menyampaikan kepada orang lain. sebab, terkadang seseorang membawa suatu pemahaman (ilmu) kepada orang yang lebih paham. Dan, terkadang orang yagn membawa sebuah ilmu bukan ulama.” [Abu Daud: 3/321. No. 3660 dan At-Tirmidzi: 5/33. No. 2656]
Allah SWT melebihkan satu nabi yang lain karena kedalaman pemahaman yang dianugrahkan kepadanya. Allah SWT berfirman: “Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu”. (Al-Anbiya:79)
Ibnu Abbas dimuliakan meski masih muda usianya, melebihi kebanykan tokoh-tokoh senior lainnya, karena pemahaman yang baik yang dikaruniakan Allah kepadanya. Sehingga, ia berhak menjadi anggota Majelis Syura Amirul Mukminin Umar bin Khattab saat itu.
Oleh karena itu, wahai saudaraku, berusahalah memiliki pemahaman yang benar dan cermat. pemahaman yang mencapai dasar urusan dan menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa berlebih-lebihan dan tanpa meremehkan. Juga pemahaman yang jernih, murni, integral dan peripurna. Sebab, barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah pemahaman yang benar, maka ia telah mendapatkan karunia yang banyak, keutamaan yang besar terhindar dari ketergelinciran dan terjaga dari penyimpangan.
Ibnu Al-Qayyim berkata: “Benarnya pemahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Bahkan, hamba tidak dikarunia nikmat yang lebih utama setelah nikmat Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Dua nikmat itu merupakan dua kaki dan tulang punggung Islam. Dengan keduanya, hamba terhindar dari jalan-jalan orang-orang yang dimurkai (yaitu orang-orang yang buruk tujuannya), dan dari orang-orang yang sesat (yaitu orang-orang yang buruk pemahamannya), serta akan menjadi orang-orang yang diberi nikmat (yaitu orang-orang yang baik pemahaman dan tujuannya). Merekalah orang-orang yang terbimbing di jalan yang lurus, di mana kita semua diperintahkan memohon kepada Allah dalam setiap shalat agar dibimbing ke jalan mereka.
Benar pemahaman merupakan cahaya yang disemayamkan oleh Allah dalam hati hamba-Nya. Dengannya , ia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk; yang hak dan yang batil; petunjuk dan kesesatan penyimpangan dan kelurusan..” [A'alamul Muwaqqi'in; Ibnu Al-Qayyim: 1/187]
No comments:
Post a Comment